Sel Surya dari Kembang Sepatu






Kembang sepatu sebagai bahan sel surya organik

Kenaikan tarif dasar listrik atau TDL yang memukul kehidupan masyarakat, terutama kalangan ekonomi lemah, telah menyadarkan kembali pada masalah krisis energi listrik yang belum terpecahkan. Kita pun teringat kembali pada berbagai pilihan sumber energi.

Tenaga surya dipandang sebagai solusi ideal krisis sumber energi listrik karena murah, bebas polusi, dan alami. Energi surya juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi terbatasnya bahan bakar fosil dan pemanasan global. Jumlah energi surya yang sampai ke bumi setiap menitnya mencapai 700 megawatt atau 10.000 kali lebih besar daripada keseluruhan pemakaian energi dunia.

Sayangnya, penggunaan sel surya sebagai sumber energi listrik masih sangat terbatas karena terkendala mahalnya bahan utama modul sel. yakni silikon. Lebih dari 90 persen sel surya yang digunakan saat ini berbahan utama silikon.

Meski pasarnya menunjukkan pertumbuhan, penggunaannya tetap saja terbatas akibat mahalnya silikon. Demikian pula dengan penggunaan bahan anorganik lainnya, seperti GaSb/GaAs, AlGaSb, ZnO, C1GS (copper indium gallium selenide dengan struktur yang kompleks), yang harganya juga tidak murah.

Berbasis bahan organik


Oleh karena itu, para peneliti dari seluruh dunia pun berlomba-lomba mencari altematif peranti sel surya yang murah dengan kualitas yang rasional dan mudah difabrikasi.

Salah satunya adalah sel surya berbasis bahan organik, yakni dengan menggunakan zat warnaalami Bahan organik seperti itu mudah diperoleh di Indonesia dengan harga yang murah, mengingat sumber alam yang melimpah.

Bahan organik yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan menyerap foton sinar matahari pada panjang gelombang sinar tampak. Semakin luas spektrum absorbsinya, semakin baik kemampuannya mengeksi-tasi-menaikkan tingkat energinya-dari elektron ke elektroda (TiOi).

Ari Handono Ramelan dari tim Pusat Studi Material dan Energi Pintar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret, Solo, bersama tim dari Universitas New South Wales, Australia, mengembangkan bunga sepatu, buah duwet, bunga delima, dan kunyit sebagai bahan organik penyusun sel surya berbahan organik.

Penyerap cahaya
Struktur pewarna pada hasil ekstraksi bunga atau buah iniberperan sebagai penyerap cahaya dan pemicu aliran elektron dalam sistem. Ekstraksi ini di-campurkan dengan semikonduktor nanopori TiCb menjadi sebuah lapisan tipis. Sel surya ini dikenal dengan nama Dye-Sensitized Solar Cell (DSSO yang diharapkan dapat menjadi generasi baru sel surya pengganti silikon.

Penggunaan zat warna sebagai fotosensitizer dapat memperbesar keluaran listrik yang dihasilkan sel surya.

Pengembangan sel surya organik berbasis zat warna alami dan material nano, menurut Ari, juga banyak dilakukan oleh peneliti dari Amerika, Jepang, Australia, dan Jerman.

"Dengan adanya semacam perlombaan ini, diharapkan akan tercapai efisiensi sel surya yang tinggi dan murah sehingga masyarakat akhirnya akan terdorong menggunakan sumber listrik alternatif ini," kata Ari, Kamis (15/7).
Sel surya DSSC tersusun atas dua elektroda dan larutan elektrolit Satu elektroda terdiri dari TiO; (titanium dioksida) yang terdeposit pada conducting glass yang transparan yang direndam dalam fotosensitizer. Elektroda lainnya terdiri dari lapisan grafit yang tersimpan pada conducting glass (kaca yang berkonduksf).

Pada sel surya berbasis bahan anorganik, desain pembuatan lapisan tipisnya dibuat dengan menggunakan teknik Metal Organic Chemical Vapour Deposition (MOCVD) atau Molecular Beam Epitaxy (MBE) yang pro-sesnya tidak sederhana.

Untuk sel surya berbasis bahan organik, teknik yang dipergunakan untuk membuat lapisan tipis relatif sederhana, tidak serumit menggunakan MOCVD dan MBE.

Tak tahan sinar matahari
Sejauh ini, DSSC yang berbasis bahan organik diketahui masih memiliki kelemahan, yakni tidak begitu tahan terhadap paparan sinar matahari sehingga mengakibatkan masa pakainya lebih pendek dibandingkan sel surya anorganik, seperti silikon. GaAS, dan GaSb.

Untuk itu. Ari bersama timnya tengah melakukan sintesa bahan pelapis yang dapat mereduksi sinar gelombang pendek (radiasi sinar ultraviolet) dari sinar matahari agar umur panel lebih tahan lama.

"Para peneliti sekarang berlomba-lomba untuk mengembangkan sel surya organik yang memiliki efisiensi lebih tinggi dengan umur pakai yang lama," kata Ari.